Cara Mengatasi Kusta dan Stigma Tentangnya di Masyarakat

Kusta, biasa dikenal dengan lepra, morbus hansen atau leprosy merupakan penyakit kuno yang disebabkan oleh microbacterium leprae. Penderita yang terlambat penanganannya akan mengalami cacat dan mati rasa di beberapa bagian tubuhnya. Lalu, bagaimana cara mengatasi penyakit yang sudah ada sejak jaman nabi ini? Upaya apa yang bisa kita berikan untuk mendorong zero leprosy di Indonesia?

cara mengatasi kusta
Kusta tidak perlu dijauhi

Kusta, Gejala dan Akibatnya

Kusta adalah penyakit kronis / yang berlangsung dalam jangka waktu lama. Penyakit ini menyerang saraf tepi, kulit dan pernafasan penderitanya sehingga menyebabkan kebas atau mati rasa di beberapa bagian tubuh. Penyakit ini menyebar melalui percikan udara, disebabkan oleh bakteri microbacterium leprae.

Gejala atau ciri-ciri kusta yang biasa nampak pada orang yang terkena penyakit kusta adalah lesi berwarna lebih terang di kulit, bisa kemerahan atau berwarna putih seperti panu. Lesi tersebut mati rasa atau kehilangan kemampuan untuk merasakan panas, dingin, sentuhan maupun tekanan. 

Jadi, jika lesi kulit penderita kusta ini disiram air panas, dikompres es, ditusuk menggunakan jarum atau ditekan dengan ujung jari atau cooton bud maka tidak ada rasa sakit bahkan banyak penderita kusta stadium lanjut yang tidak sadar ketika badannya termutilasi akibat morbus hansen yang dideritanya sudah menyebar.

atasi stigma negatif soal kusta
Dari kiri ke kanan, Inez Nirmala dari ruang Publik KBR, dr. Astri Ferdiana dan Al Qadri Sewa, OYPMK 

Penyakit ini menyebabkan otot penderitanya menjadi lemah. Jika tidak segera diobati alis dan bulu mata penderita lepra akan rontok, mata menjadi kering, mimisan dan sulit bernafas. Jika sudah parah atau terlambat penanganan, penderita lepra akan mengalami kebutaan, deformitas atau perubahan bentuk tubuh dan cacat

Seseorang yang terkena lepra dapat hidup berdampingan dengan orang normal asalkan tetap menjaga kebersihan, menjalani deteksi dini dan melakukan pencegahan dengan konsumnsi obat pencegahaan penyakit lepra 1x dengan dosis yang disesuaikan dengan usia . Meski menular melalui percikaan di udara, namun bisa dibilang lepra ini tidak mudah ditularkan. 

Penularan lepra sendiri butuh waktu yang lama, sekitar 2-40 tahun kemudian baru diketahui jika orang tersebu terpapar kusta. Jika dalam satu ruangan terdapat 100 orang yang terpapar backteri microbacterium leprae, hanya sekitar 2 orang yang memiliki imun tubuh lemah yang akan terkena kusta.

dr Astri Ferdiana, technical advisor NLR Indonesia dalam kesempatannya di Ruang Publik KBR, Rabu 28 Januari 2022 menjelaskan, untuk mencegah tertularnya kusta ke orang terdekat, seorang penderita harus memutus rantai penularan dengan menyadari bahwa dirinya terkena kusta dan mau menjalani pengobatan. Terlebih pengobatan kusta ini perlu dilakukan setiap hari dalam jangka waktu yang cukup lama antara 6-18 bulan tergantung jenis lepra yang diderita. Penjelasan lengkapnya pernah saya tuliskan dalam postingan Cegah hoaks soal kusta.

Mematahkan Stigma Soal Kusta

Seperti yang pernah aku ulas dalam tulisan Peran Radio Cegah Hoaks Soal Kusta , masih ada sekitar 8 provinsi di Indonesia yang masih tinggi kasus kustanya. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-3 jumlah kasus kusta di dunia setelah Brazil dan India. Dari 514 kabupaten, masih ada 98 kabupaten yang masih menemui kusta di daerahnya. Angka yang miris bukan?

Banyak masyarakat yang enggan berkunjung ke Puskesmas atau dokter ketika mengetahui dirinya bergejala lepra. Hal tersebut diakibatkan adanya tanggapan kurang menyenangkan ketika seseorang memberitahukan dirinya terkena kusta. Banyak yang menilai kalau penyakit kusta adalah kutukan dan penderitanya perlu dijauhi. 

Seperti pengalaman Pak Al Qadri Sewa, Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) yang saat ini menjabat sebagai Waka Perhimpunan Mandiri Kusta Nasional. Dalam kesempatan siaran live youtube radio KBR  yang mengangkat tema "Tolak Stigmanya, Bukan Orangnya" tersebut beliau menjelaskan bagaimana dirinya sempat tidak diterima masyarakat karena mengalami kusta. 

Beliau tidak bisa menikmati pendidikan di sekolah akibat menderita kusta sedari SD. Bahkan orangtua juga turut melarang anak-anaknya untuk bermain dengan penderita kusta.

Beliau menikah dengan sesama penderita kusta dan memiliki anak-anak yang sehat dan bebas kusta. Di tempat tinggal beliau, sudah menjadi isu penderita kusta hanya boleh menikah dengan sesamanya. Lamaran laki-laki penderita kusta akan ditolak dan tidak ada satu pria bebas kusta yang akan menikahi perempuan yang pernah mengalami kusta. Dua orang yang akan menikah harus membuat pernyataan bahwa mereka bebas kusta. Diskriminasi tersebut berlaku turun temurun dan masih terjadi di masyarakat kita hingga sekarang.

Stigma negatif tentang kusta ini justru lebih berat dirasakan ketimbang penyakit lepra itu sendiri. Stigma negatif ini begitu berat dan menguras energi. Pengalaman mendapatkan diskriminasi akibat kena kusta tersebut membuat mereka yang bergejala kusta enggan melakukan perawatan. 

Mereka yang mengalami kusta akan sulit menerima diri dan mengakui dirinya menderita lepra. Akibatnya, banyak pasien yang akhirnya berkunjung ke Puskesmas dalam stadium lanjut. Padahal jika di awal terdeteksi, kemungkinan cacat tentunya bisa dicegah.

Di Sulawesi Selatan, terdapat 8 kampung khusus kusta yang dibentuk dari jaman pemerintahan Belanda. Salah satunya adalah kampung Kubis yang dihuni 1300 jiwa dimana 400 orang diantaranya mengalami kusta dan kurang lebih 200 orang diantaranya mengalami rusak organ akibat kusta.

Mereka yang mengalami kusta atau OYPMK biasanya enggan diajak bergabung dalam asosiasi atau organisasi yang menyuarakan soal kusta. Padahal, jika banyak yang mau bergabung, stigma negatif tersebut akan lebih mudah terpatahkan dan impian diterima dengan baik di masyarakat akan terbuka lebar.

NLR, Bantu Pemerintah Menghapuskan Kusta dan Stigma Negatif

NLR, Netherland Leprosy Relief, satu-satunya organisasi nirlaba yang memfokuskan kegiatannya untuk mengatasi kusta dan cacat yang disebabkan kusta di Indonesia bersama pemerintah dan masyarakat. Seperti yang pernah aku singgung dalam postingan Gotong Royong Wujudkan Inklusi di Indonesia, tujuan dari NLR di Indonesia ada 3 yaitu Zero Transmision, Zero Exclusion dan Zero Disability. 

Dari 3 poin utama tersebut, NLR Indonesia melakukan berbagai strategi kampanye penyadaran melalui berbagai media seperti media cetak, radio, surat kabar online dan media sosial. Selain itu NLR juga melakukan pelatihan, talk show dan advokasi dengan emerintah kota atau kabupaten untuk menekan jumlah kasus lepra itu sendiri. NLR juga memberi pelatihan kepada tenaga kesehatan tentang penanganan kusta dan roadshow kampus untuk mengedukasi soal kusta serta mengatasi stigma tentang kusta di masyarakat.

Semoga dengan adanya kampanye penyadaran, pengobatan, dan pencegahan kusta yang dilakukan NLR Indonesia bisa mengeliminasi penderita kusta ya. Yuk kita bersama-sama mengatasi kusta dan menghilangkan stigma soal kusta di masyarakat agar tercipta Indonesia inklusi ya!

Next Post Previous Post
9 Comments
  • Eka FL
    Eka FL 31 Januari 2022 pukul 16.33

    Semoga ya kedepannya mulai banyak masyarakat yang bener bener melek terkait penyakit kusta. Stigma nya bener bener hilang. So sad banget baca pengalaman pak Qadri yang merasa termarjinalkan garagara penyakit yang di alaminya

  • Moch. Ferry DC.
    Moch. Ferry DC. 31 Januari 2022 pukul 17.29

    Betul mengurangi labelling stigma penting, mereka memiliki hak sama dalam semua bidang

  • Mas Prim
    Mas Prim 31 Januari 2022 pukul 20.30

    Ironis ya, padahal kalau nggak ada stigma ini, penderita kusta bisa segera berobat. Tapi stigma ini seolah lebih menakutkan daripada kustanya itu sendiri.

  • http://kakilasak.com/
    http://kakilasak.com/ 2 Februari 2022 pukul 23.10

    Saya ada sodara yang kena kusta. kasian bgt dikucilin, bahkan ma saudara. makasih infonya ya mbak
    NLR, Bantu Pemerintah Menghapuskan Kusta dan Stigma Negatif, senoga berhasil

  • Lintang
    Lintang 3 Februari 2022 pukul 06.07

    Ya Allah sampe segitunya, masa iya penderita kusta harus menikah dengan sesama penderita kusta, bahkan sampai harus membuat surat pernyataan bebas kusta. Emang masih tampak nyata yah stigma negatif tentang kusta, bahkan dulu bilangnya penyakit kutukan. Penting banget edukasi dari pemerintah yang bisa meluruskan stigma negatif dari masyarakat dengan berbagai strategi kampanye kaya gini.

  • Jasmi Bakri
    Jasmi Bakri 3 Februari 2022 pukul 08.28

    Stigma penyakit kusta benar-benar harus diluruskan. Masyarakat harus diedukasi yang bahwa penyakit kusta masih berpeluang disembuhkan jika penderita kooperatif menjalani perawatan sedini mungkin.

  • Karimah Iffia Rahman
    Karimah Iffia Rahman 4 Februari 2022 pukul 03.23

    kalau berbicara tentang kusta, saya selalu ingat tentang putri Diana yang justru sejak dulu telah mematahkan stigma kusta di tengah masyarakat bahwa kusta bisa disembuhkan dan bukan penyakit yang menyeramkan.

  • Mutia Ramadhani
    Mutia Ramadhani 6 Februari 2022 pukul 12.11

    Kasihan saudara-saudara kita yang memiliki riwayat kusta. Mereka layak mendapat kesempatan lebih baik, termasuk mengeksplorasi dirinya dengan skill untuk mendapat pekerjaan serta penghasilan layak. Mereka hanya butuh kesempatan.

  • Nurhimiyah
    Nurhimiyah 13 Februari 2022 pukul 22.36

    Sudah seharusnya saudara2 kita yang OYPMK memperoleh perlakuan yang sama dengan kita di tengah2 masyarakat ya.

Add Comment
comment url