Emisi Karbon, Siapakah Yang Peduli Kalau Bukan Kita?

Ketika mampir ke postingan ini, mungkin kamu sama denganku. Sama-sama penggemar berat daging sapi. Sedari kecil, daging sapi sudah akrab dengan dapur kami, tentu saja karena ibuku suka mengolahnya menjadi beragam hidangan. Mulai dari rendang, kreni, hingga sayur asem dan sop berkaldu daging sapi acapkali menjadi penggugah selera menu siang hari kami. Hingga dewasapun, daging sapi jadi menu mewah di rumah. Sirloin atau tenderloin semuanya punya daya pikat tersendiri ketika hari gajian tiba. Tapi siapa sangka, menu lezat berbahan daging sapi ini ternyata menimbulkan efek serius untuk lingkungan.

Kita adalah apa yang kita makan. Begitu juga nasib bumi, ditentukan dari apa yang kita makan. Gaya hidup kita menentukan nasib bumi kedepannya!
definisi emisi karbon
Emisi karbon


Peternakan sapi menjadi penyumbang terbesar gas rumah kaca. Organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO) mencatat, sapi ternak menghasilkan emisi gas rumah kaca sebesar 5024 Gigaton CO2 Equivalen (CO2e). Sekitar 2/3 total gas rumah kaca yang dihasilkan di dunia. Urutan kedua ada babi dan ayam di urutan ketiganya. Gas rumah kaca seperti metana (CH4), Hidrogen Sulfida dan CO2 dihasilkan dari sendawa, kentut dan limbah kotoran yang tidak dikelola dengan baik. Enggak cuma mengotori atmosfer, tetapi juga menyebabkan pencemaran air dan tanah. Selain dari peternakan dan penggunaan bahan bakar fosil, sampah yang dihasilkan rumah tangga juga jadi pemicunya.

Kentut sapi menyumbang 15% polusi udara di dunia, Sekitar 100-300 liter metana dikeluarkan dari perut sapi tiap harinya

Efek Gas Rumah Kaca Bagi Bumi

Cuaca akhir-akhir ini yang ekstrem salah satu akibat adanya efek gas rumah kaca. Efek emisi karbon ini enggak main-main. Berbagai belahan bumi ikut merasakan akibat perubahan iklim ini. Gas yang terjebak dalam atmosfer bumi ini akhirnya menyebabkan dampak serius seperti 

1. Kenaikan suhu global bumi

kenaikan temperatur global bumi
Grafik kenaikan suhu global bumi dari tahun ke tahun semakin tajam
Sumber : BBC.com

Gas-gas yang dihasilkan dari hasil pembakaran bahan bakar fosil dan peternakan ini merupakan gas yang tahan lama di atmosfer. Saking banyaknya, gas ini menahan pantulan radiasi sinar matahari keluar bumi. Akibatnya bumi menjadi makin panas dan atmosfer bumi menjadi semakin tipis. Bumi yang terlalu panas tentu menimbulkan efek negatif seperti cuaca ekstrem yang akhir-akhir ini terjadi. Selain membahayakan lingkungan, menyebabkan banjir dan cuaca yang tak menentu lebih jauh suhu ekstrim ini berdampak pada kesehatan seperti dehidrasi, munculnya berbagai penyakit baru hingga kanker. Baru-baru ini bahkan seorang anak meninggal dehidrasi akibat panas ekstrem di tetangga kita, Malaysia. 

2.  Naiknya permukaan air laut dan turunnya permukaan air tanah


Buat kalian yang tinggal di pesisir pantai, mungkin efek inilah yang paling kentara dampaknya.  Jika dulu tempat tinggalnya sekitar sekilo dari tepi, mungkin kini tinggal ratusan meter dari bibir pantai. Peningkatan suhu global bumi memicu pencairan es di kutub lebih cepat. Heri Sutanta, Dosen Tehnik Geodesi UGM menyebutkan, di Semarang kenaikan air laut global saat ini mencapai 3-5 milimeter per tahun sementara penurunan tanah akibat berkurangnya tangkapan air mencapai 9 cm. Akibatnya sedikit saja intensitas hujan bikin Semarang seringkali mengalami banjir rob. Kalian yang menggunakan modal transportasi kereta api pasti enggak kaget kalau di stasiun Tawang, air bisa setinggi lutut orang dewasa atau melihat kawasan sekitar terminal Terboyo yang dahulunya hunian kini berubah seperti kubangan air laut.

Riset berjudul "Subsidence in Coastal Cities Troughout the World Observed by InSAR tahun 2022 yang diterbitkan dalam Geophysical Research Letter mendapati Semarang sebagai kota dengan laju penurunan tanah tertinggi kedua setelah Tianjin China dari 99 kota pesisir yang diamati.

3. Kerusakan  Lingkungan

Masyarakat adat yang telah menghuni hutan selama ribuan tahun ikut merasakan dampaknya. Mulai dari berkurangnya bahan makanan yang mengakibatkan mahalnya rusa kutub, susahnya mendapatkan air di pegunungan Himalaya akibat mencairnya gletser dan menyusutnya lapisan salju hingga diskriminasi dan pelanggaran HAM akibat perebutan wilayah oleh korporasi dan masyarakat adat seperti yang terjadi di Nusa Tenggara. 

Emisi karbon juga berdampak pada kehidupan bawah laut. Perairan yang terdampak emisi karbon cenderung memiliki tingkat keasaman yang tinggi dan bisa memicu pemutihan terumbu karang. Akibatnya ekosistem air laut menjadi terganggu. 

Kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan enggak sepenuhnya salah iklim, tapi berdampak besar bagi iklim. Sudah saatnya pemerintah bergerak untuk terlibat langsung mengatasi pembalakan liar dan kebakaran hutan buatan yang memicu polusi asap.

Cuaca tidak menentu yang sebentar panas dan hujan, musim yang sulit diprediksi, hujan yang lebih lebat, gelombang panas dan kekeringan merupakan dampak dari memanasnya bumi. Akibatnya, petani akan kesulitan memprediksi masa tanam. Perubahan iklim ini juga berdampak pada serangga seperti belalang dan nyamuk yang pertumbuhannya tidak terkendali. Akibatnya terjadi kerusakan lahan dan timbulnya penyakit. Sudah pasti efek jangka panjangnya mempengaruhi perekonomian. Kalau sudah demikian, siapa yang akan rugi? Pemerintah ataukah kita semua?

Dikutip dari katadata.com, pada tahun 2022 suhu permukaan bumi mengalami kenaikan yang cukup tinggi, sekitar 0,89 derajat celsius lebih tinggi dibanding suhu rata-rata tahunan dari 1951 hingga 1980. Sembilan tahun terakhir menjadi tahun terhangat dengan kenaikan 1,11 derajat lebih hangat dibanding abad ke-19. 

Duh, makin ngeri ya! Bisa jadi prediksi ilmuwan tentang kenaikan suhu yang makin cepat ini benar-benar terjadi. Perjanjian Paris yang ditandatangani 100 negara untuk menekan kenaikan suhu kurang dari 1,5 derajat celsius kemungkinan gagal jika gaya hidup yang kita miliki tidak berubah.

Ubah Gaya Hidup Mulai Dari Sekarang!!

Satu-satunya cara untuk menekan laju kenaikan suhu bumi yang makin cepat adalah mulai dari diri kita sendiri. Siapa lagi yang akan peduli kalau bukan kita yang mengawali. Aku sendiri mulai sadar akan pentingnya belajar soal zero waste lifestyle. Meskipun banyak kurangnya, tapi aku berusaha untuk memulai dari langkah yang paling mudah dan paling ringan. Sekecil apapun usaha kita, semoga berarti menyelamatkan bumi dari kerusakan. Beberapa hal yang mulai aku jalankan sekarang seperti

1. Efisiensi Air dan Listrik


Rumah tangga dan industri juga berperan besar dalam menyumbang emisi karbon. Cara paling mudah untuk menguranginya adalah dengan menghemat penggunaan air dan listrik. Dalam rumah tangga, air biasa digunakan untuk memasak, mencuci, mandi dan berwudhu. Hal-hal yang bisa sama-sama kita lakukan untuk menyelamatkan bumi itu bisa berwujud :

a. Berwudhu dan mencuci dengan air secukupnya

Barangkali ada yang punya kebiasaan membiarkan air keran tetap mengalir saat kita mencuci tangan dengan sabun sebelum membilasnya atau menggunakan air wudhu dan mandi secara berlebihan? Saya mencoba mengambil teladan Nabi kita dalam menggunakan air.

Rasulullah SAW berrwudhu dengan satu mud dan mandi dengan satu sha' hingga lima mud (HR. Bukhari Muslim 198 dan Muslim 325). 1 mud setara dengan 625-1030 ml.

b. Hindari kebiasaan FOMO (Fear of Missing Out) dengan subscribe banyak mailing list

Aku baru sadar kalau subcribe website itu bikin global warmjng juga. Lho kok bisa? Terlalu banyak mailing list itu enggak baik bagi bumi, terlebih jika mailing list itu cuma sekedar numpuk di inbox tanpa sempat kebaca, tentu saja hanya akan membebani kapasitas cloud kamu. Satu email yang kita terima itu setara dengan 4 Gram CO2e, apa kabar kalian yang mailing listnya sampai ribuan? Padahal server cloud ini bekerja 24 jam sehari dan memakai daya listrik yang enggak sedikit. Itulah kenapa kita juga perlu mengatur prioritas menggunakan penyimpanan cloud ini. Jangan sampai notifikasi media sosial yang kurang penting atau subscribe channel ini membebani kapasitas penyimpanan kamu di internet. 

c. Scroll media sosial jika dirasa hal itu bermanfaat buat kamu. 

Sama dengan penyimpanan cloud. Gadget penyumbang emisi karbon tertinggi ditempati oleh smartphone. Jadi gunakan sosial media dengan cermat, misal untuk membuat konten, membalas pesan dan bukan sekedar menghabiskan waktu untuk hal yang enggak penting-penting amat seperti stalking ataupun geser-geser timeline.

d. Cabut kabel enggak terpakai yang masih menancap di saklar. 

Mungkin kamu ingat dengan istilah vampir listrik yang pernah disosialisasikan PLN. Meski alat elektronik yang kamu gunakan enggak nyala, tapi peralatan listrik tetap teraliri listrik lho jika masih menancap ke saklar. Misalkan 1 charger ponsel itu menyedot seenggaknya 1 watt per jamnya dan laptop menyedot 50 watt per jamnya, sementar tarif dasar listrik 1300 watt di rumah kamu bernilai 2000 per kwh maka, dalam sebulan pengeluaran yang bisa kamu hemat lumayan dari dua alat itu bisa sekitar 72 ribu rupiah.  Dana yang bisa kamu hemat selama sebulannya tentu lumayan bukan?

e. Mematikan lampu saat enggak terpakai, terutama ketika siang hari. 

Mematikan lampu ruangan yang enggak terpakai itu berarti juga menghemat token listrik bulananmu bukan? Jika kamu merencanakan membangun rumah, mulailah pikirkan membuat rumah yang menerapkan pencahayaan yang cukup dan sirkulasi udara yang baik sehingga bisa menghemat penggunaan lampu di siang hari.

2. Memasak Makanan Secukupnya 

Aku sendiri sudah terbiasa masak sesuai kebutuhan dan menakar porsi makanan agar tidak banyak sisa makanan yang terbuang di rumah. Kalaupun sisa, biasanya makanan sisa ini kami gunakan untuk tambahan pakan ternak di rumah. Sama dengan peternakan, sampah rumah tangga juga menyumbang emisi karbon, jadi kurangi sampah makanan sebanyak mungkin.

3. Mengolah dan memilah sampah

Pisahkan sampah organik dan anorganik yang bisa digunakan lagi maupun didaur ulang. Dan olah kembali jika memungkinkan. Sampah botol plastik ternyata juga bisa menghasilkan uang lho. Salurkan sampah plastik maupun sampah elektronikmu melalui bank sampah terdekat atau melalui aplikasi dan website seperti waste4change dan sejenisnya. Buat sampah buah dan sayur menjadi ecoenzyme. Gunakan ulang botol sambal instan untuk menyimpan bumbu dapur atau menanam bibit. Aku juga menggunakan kulit telur dan air sisa cucian beras untuk merawat tanaman. 

ikut donasi sampah di waste4change, membuat kompos, menggunakan skincare ramah lingkungan dan membuat ecoenzyme
Beberapa kegiatan zero waste, beberapa sempat aku posting di instagram
sumber ; milik pribadi

Mungkin negara kita perlu belajar mengolah sampah dan membuat aturan tegas terkait sampah seperti yang dilakukan Singapura, Jepang dan Jerman dengan tidak membiarkan membuang sampah sembarangan dan dipertegasnya aturan dalam pengelolaan sampah agar persoalan sampah teratasi. Jangan sampai, sampah jadi bencana lagi seperti di TPA Leuwigajah tahun 2005 yang menewaskan 157 orang. 

Aku merasa sedih, di Indonesia, belum ada aturan detail terkait pengelolaan sampah seperti pembuangan minyak goreng ke saluran air atau pembuangan sampah sembarangan dj jalan seperti Jepang misalnya. Miris itu ketika lewat selokan yang airnya berbau dan bercampur sampah. Enggak cuma mengganggu kesehatan, tetapi juga kenyamanan dan keindahan kota. Jangan sampai bencana sampah datang karena kelalaian kita. Andaikan saya bisa memberi masukan ke pemerintah, harapannya peraturan dan undang-undang mengenai pembuangan dan pengelolaan sampah ini memiliki kekuatan hukum sehingga bisa memiliki sanksi bagi yang melanggar.

4. Menghemat penggunaan BBM untuk kendaraan


Tiap tahunnya, konsumsi kendaraan di Indonesia makin bertambah, sementara penumpang kendaraan umum makin berkurang. BPS mencatat setidaknya ada 17,2 juta unit mobil di Indonesia pada tahun 2022 dan setidaknya ada 126 juta lebih sepeda motor yang tentu saja sebagian besar dari jumlah kendaraan tersebut berbahan bakar fosil seperti solar, bensin, pertalite maupun pertamax. Andai saja pemerintah menerapkan aturan tegas terhadap pemilikan kendaraan bermotor ini sekaligus memfasilitasi transportasi umum yang lebih layak ke depannya. Tentu emisi karbon bisa ditekan lebih banyak lagi. Jadi, bukan hanya melakukan uji kelayakan mesin dan pemberian pajak emisi, tetapi juga membatasi jumlah kendaraan bermotor terutama kendaraan pribadi ke depannya. 

5. Menggunakan tumbler saat bepergian

Kebiasaan ini sudah aku lakukan semenjak lulus kuliah. Awalnya sih untuk menghemat pembelian air mineral saat haus di jalan. Tapi kebiasaan itu akhirnya berlanjut hingga sekarang. Bahkan anakkupun selalu membawa bekal minum sendiri dari rumah.

6. Bergabung dengan para agen perubahan

aksi zero waste setiap hari yang bisa kamu ikuti di teamupforimpact selain ikut menanam pohon
Diet tisue yang sudah lama aku jalankan ternyata ada di teamupforimpact
sumber ; teamupforimpact.com

Kita adalah agent of change itu sendiri, namun dibutuhkan para relawan yang rela #BersamaBergerakBerdaya mewujudkan perubahan yang besar untuk bumi. Langkah kecil kita mengurangi emisi karbon akan berdampak besar jika dilakukan bersama-sama. Aku sudah bergabung dengan waste4change, follow akun sosial media terkait gaya hidup bebas sampah dan mengikuti beberapa kegiatan lingkungan terkait perubahan iklim. Aku juga ikut berpartisipasi melalui website teamupforimpact.com untuk membuat dampak dengan kegiatan yang bisa aku lakukan sehari-hari di rumah. Perlu tindakan nyata untuk mengubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik dalam menyelamatkan lingkungan. Bertahap dan bersama-sama. Kalau #BersamaBergerakBerdaya versi kalian apa nih? Boleh dong tulis di kolom komentar ya!



Referensi :

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/02/hewan-ternak-mana-yang-hasilkan-paling-banyak-emisi-gas-rumah-kaca

https://www.ekuatorial.com/2023/01/laut-seperti-menelan-kami-penurunan-tanah-kenaikan-permukaan-laut-ancam-buruh-di-semarang/

Next Post Previous Post
9 Comments
  • Anonim
    Anonim 20 Mei 2023 pukul 21.51

    Tulisan ini komprehensif banget, keren asli, bikin bener2 pengen langsung ikut menyuarakan hal ini kemana2, dan gak cuman speak aja tapi juga melakukan, mengajak dan konsisten supaya jadi gerakan yang masif dan kontinyu. Terimakasih tulisannya mba Sari, semoga saya semakin semangat dalam ikut serta mengurangi emisi karbon..

    • Priyani Kurniasari
      Priyani Kurniasari 21 Mei 2023 pukul 18.19

      Sama-sama kak, terimakasih ya apresiasinya. Makin semangat kalau ada yang sepemikiran. Sama-sama ikut menyuarakan perubahan iklim

  • Nanik nara
    Nanik nara 31 Mei 2023 pukul 08.53

    Sebuah informasi baru nih buat saya, ternyata peternakan sapi menjadi penyumbang efek rumah kaca. Kalau saya kebetulan dari kecil jarang makan daging sapi mbak, sampai sekarang masih tetap sama.

    Setiap kita pasti bisa ya berperan serta dalam menjaga kelestarian bumi, bawa botol minum, bawa tas belanja, cabut kabel-kabel dari colokannya saat tidak digunakan dan banyak hal yang kelihatannya kecil/sepele, tapi bisa membawa perubahan juga

  • Iim Rohimah
    Iim Rohimah 31 Mei 2023 pukul 10.14

    Hal yang nggak aku sangka adalah penggunaan mailing dan media sosial. Ternyata kalau dipikir memang ada hubungannya dengan cloud, sehingga memang tetap harus bijak juga menggunakan internet.

  • hani
    hani 1 Juni 2023 pukul 08.52

    Terima kasih artikelnya jleb-jleb banget. Mengingatkan aku akan banyak hal yg belum aku lakukan iiiih. Kayak hapus-hapusin email ga penting nih, tau-tau udah ribuan aja spam-nya. Makasih artikelnya keren...

  • Dyah Kusuma
    Dyah Kusuma 5 Juni 2023 pukul 09.17

    Mbak terima kasih remindernya mbak, jleb banget ini mbak, bisa dimulai dari diir kita sendiri ya, ga nyangka kalau email yang menumpuk karena banyak langganan mailing list bisa juga menghasilkan CO2

  • Amir
    Amir 10 Juni 2023 pukul 09.18

    Kemarin baca artikel, katanya 2027 nanti suhu bumi bakal naik 1,5 derajat celcius. Kecil sih nilainya, tapi dampak global akan makin terasa. Tidak menutup kemungkinan kalau gelombang panas bakal terjadi akibat fenomena el nino. Yaitu kejadian dimana permukaan air laut akan menjadi panas dan berhembus ke negara pasifik, termasuk Indonesia. Jadi, yuk mulai sekarang untuk belajar segala hal yang mendukung rendah karbon.

  • Nurhilmiyah
    Nurhilmiyah 18 Juni 2023 pukul 20.56

    Artikel ini asli ngena banget, memang kita harus mulai semuanya dari diri kita sendiri. Dari sekedar kebiasaan fomo bersosmed yang susah banget diilangin di zaman sekarang ini

  • Elva Susanti
    Elva Susanti 4 Juli 2023 pukul 00.23

    Baru tau saya penggunaan media sosial bahkan spam email punya pengaruh jg, alhamdulillah selama ini sering jg hapus2 email masuk yg gak penting dan spam2 jg kuhapus semua

Add Comment
comment url