Mimpi Trisno, Dari Desa Menari Tanon Menuju Kampung Berseri

Gedrukan kaki bocah-bocah penari itu menyatu padu dengan iringan gamelan. Kelincahan mereka membawakan tarian begitu apik. Mata tajam mereka sesekali melirik, mengirama mengikuti orkestra yang sedang dimainkan. Tarian itu menyiratkan semangat dan keceriaan anak-anak. Bercerita tentang kegembiraan anak bermain dengan sebayanya. Seakan mengirim pesan rindu agar kelak mengunjungi Tanon lagi.

tari geculan bocah Tanon Ngrawan
Tarian bocah Tanon, picture by IG @dedew_writer

Tanon, dulu hanyalah sebuah dusun terpencil, bisa dibilang terbelakang. Kerap ditunjuk sebagai lokasi KKN mahasiswa. Masih banyak yang taraf pendidikannya rendah, sebagian besar warganya hanya mengenyam Sekolah Dasar. Mata pencaharian utama penduduk hanyalah bercocok tanam dan berternak, sebagian lagi menjadi kuli bangunan. Tingkat pendidikan dan penghasilan rendah di Tanon membuat desanya susah maju. Saking terbelakangnya, penduduk desa lain sempat melarang anak mereka menikah dengan warga Tanon, Ngrawan. Khawatir masa depannya akan suram. 

Di tangan Trisno, masa depan desa Tanon berubah. Kini, Tanon populer dengan sebutan Desa Wisata Menari. Terletak di lereng Gunung Telomoyo, tepatnya di Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang, sekitar 15,6 km dari Kota Salatiga dan 33 km dari Kota Magelang. Jarak tempuhnya sekitar 45 menit perjalanan menggunakan kendaraan pribadi dari pasar sapi Salatiga. 

Tanon memang menyimpan candu bagi yang pernah berkunjung kesana. Membuat mereka yang pernah datang untuk kembali lagi, sekedar nostalgia, mengenang masa-masa perjuangan KKN sembari berbincang ,  menikmati keramahtamahan penduduknya. Bukan hanya penduduknya yang ramah, Tanon juga memiliki potensi lain. Alamnya yang indah dan warisan budaya tari yang masih bertahan menjadi ciri khas. Membedakan Tanon dengan daerah lain. 

Membangkitkan Lagi Tarian Lokal, Nguri-uri Budaya Jawa

Budaya tari turun-temurun di Tanon menyimpan potensi besar. Membaca peluang ini, Trisno punya gagasan gila. Hal yang tadinya dianggap mustahil untuk memajukan daerahnya. Berbekal gagasan desa wisata, dan ciri khas budaya tari, di tahun 2012 Trisno mulai mewujudkan impiannya. Terbilang nekad memang, terlebih Trisno satu-satunya yang mengenyam pendidikan tinggi harus berjuang keras. Mengedukasi masyarakat sekitar dan merangkul semua kalangan. Menghidupkan lagi kearifan lokal setempat, nguri-uri budaya,  mengajak yang muda hingga tua, anak kecil hingga dewasa bersama-sama memajukan desa lewat tarian. Menerbangkan mimpi meningkatkan taraf hidup desanya.

Trisno mulai membranding desanya dengan sebutan Desa Menari. Dibalik sebutan Desa Menari, ada sebuah akronim. Menari merupakan singkatan menebar harmoni, merajut inspirasi dan menuai memori. Trisno ingin memberikan value, bukan hanya menjual tari sebagai komoditi tapi mengubah desanya menjadi lebih berdaya. Ada keselarasan dengan alam, mendatangkan kenangan dan inspirasi. Membuat desa lebih maju pandangannya, lebih cemerlang masa depannya.

Tanon memiliki berbagai tarian untuk dilatih dan ditampilkan. Dibagi menjadi masing-masing kelompok tari, mereka berlatih. Biasanya anak-anak akan berlatih tari selepas kegiatan sekolah, sementara para petani berlatih tari dan menabuh gamelan selepas meladang, tiga hingga empat kali seminggu. Tentu saja, kegiatan ini berdampak positif. Melepas belenggu gadget yang nyandu dan kegiatan yang kurang bermanfaat.

Tari Topeng Ayu Desa Menari
Tarian Topeng Ayu, arsip lomba foto Astra milik Annas Yusuf Arisna

Tarian memang bukan sekedar hiburan, namun dibaliknya ada pesan mendalam. Setiap tarian yang dipertunjukan mengisahkan cerita. Seperti tari lembu Tanon, mengisahkan guyub rukun masyarakat dalam kegiatan memerah, menggembala dan memberi pakan ternak. Ada pula Tari Topeng Ayu, dimainkan remaja putri, menggambarkan tema perjuangan melawan penjajah.  Disajikan oleh 8 hingga 13 penari untuk menyambut tamu yang datang. Apik dengan balutan kostum hitam, hiasan kepala dari bulu ayam dengan make up ala suku Dayak, dan gerakan yang diadaptasi dari tari topeng ireng khas Magelang. Juga Tari Geculan Bocah dan Kuda Debog yang dimainkan anak-anak dan menggambarkan dunia mereka yang ceria. Atau tari Eko Prawiro yang bertemakan keprajuritan yang diadaptasi dari budaya keraton.

Lewat Kampung Berseri ASTRA, Desa Menari Tanon Semakin Berdaya 

Berkat kerja keras Trisno dan gagasan gilanya, Tanon mulai berbenah. Masyarakat mulai sadar pentingnya aset warisan leluhur mereka. Taraf ekonomi Tanon membaik, di tahun 2015 desa wisata ini telah meraup 250 juta. Di tahun yang sama, Astra menganugerahkan SATU Indonesia Awards. Sebuah ajang kompetisi bagi pemuda yang berhasil memberikan kontribusi positif bagi warga desanya.

Melalui Trisno, Tanon dikemas sebagai destinasi wisata alam, budaya dan pembelajaran yang menarik. Tanon menyuguhkan bermacam kegiatan. Mulai dari outbond ndeso, permainan tradisional gobag sodor dan serok mancung, wisata edukasi seperti belajar gamelan, menari, bertani dan beternak sapi, pembuatan sabun susu hingga wisata alam jelajah lereng Telomoyo, berkunjung ke prasasti, air terjun, paket homestay, pagelaran kesenian rakyat hingga pasar Tiban.

kang trisno penggagas desa menari Tanon
Kang Trisno, mutiara dari Tanon. imaged by Kompas

Setahun setelah Trisno menerima SATU Indonesia Awards, di tahun 2016, Desa Menari Tanon mulai dibina Astra. menuju Kampung Berseri Astra (KBA). Tanon memiliki komponen yang sejalan dengan 4 pilar Corporate Social Responsibility (CSR) Astra, meliputi lingkungan, pendidikan, kewirausahaan dan kesehatan. Di bidang pendidikan, Astra memberikan beasiswa pendidikan, pendampingan dan pelatihan bahasa Inggris, dan donasi buku dan perpustakaan. Kewirausahaan Tanon juga mendapatkan perhatian, warga dibina untuk memajukan usaha ternaknya, mengolah hasil pertanian dan melatih manajemen pariwisata. Di pilar lingkungan, Astra membuatkan zona tanaman wisata ramah lingkungan, konservasi air, perbaikan sanitasi dan juga bantuan alat oubond modern. Tanon juga menerima pelatihan posyandu, monitoring kesehatan dan sosialisasi tanaman herbal. 

Dari Trisno kita belajar, tidak ada suatu impianpun yang tidak mungkin. Dengan kesungguhan, doa dan kerjasama yang hebat, Trisno berhasil mewujudkan impiannya. Dari desa terpencil, lahir mutiara bernama Desa Menari Tanon.


Referensi : 

Ardhi Dharmawan, dkk. Inspirasi Para Penerang Negeri, SATU Indonesia Awards. 2022. PT. Mataair Rumah Kreatif

http://www.ogindonesia.com/2016/11/desa-wisata-tanon-jadi-kampung-berseri.html 

Next Post Previous Post
4 Comments
  • Eka FL
    Eka FL 13 Januari 2023 pukul 10.08

    berkat tekad bulat dan kegigihan juga rasa peduli Kang Trisno terhadap tanon, sekarang tanon mulai berkembang ya. lebih hebat lagi berkat bantaun astra kini tanon menjadi Kampung Berseri Astra. saya sih berharap pemerintah daerah juga ikut membantu mengembangkan desa tanon ya karena toh itu tanggung jawab pemda juga

  • Afifah Haq
    Afifah Haq 13 Januari 2023 pukul 14.51

    Keren sekali, usaha Pak Trisno kini berbuah manis. Andai sosok pemimpin kita seperti Pak Trisno ini, yang ingin sekali memajukan daerahnya. Semoga program Kampung Berseri ASTRA bisa terus berkembang dan membuat desa Tanon semakin berdaya

  • Kyndaerim
    Kyndaerim 13 Januari 2023 pukul 20.37

    Seneng deh kalo ada orang-orang yang peduli sama nasib sebuah desa terpencil. Semoga makin banyak ya orang² macam Trisno

  • iputpj
    iputpj 14 Januari 2023 pukul 05.02

    Kearifan lokal, tradisi, budaya, kalau di berdayakan akan meningkatkan taraf hidup masyarakat nya . Tiap daerah punya kharisma nya sendiri termasuk desa menari tanon

Add Comment
comment url